Senin, 22 Desember 2014

Ngenes..., Indonesia Impor Kedelai dari Negara Miskin

 
 
Lahan pertanian yang semakin menyempit dengan produksi kedelai kian menyusut memaksa Indonesia untuk mengimpor bahan pangan tersebut guna memenuhi tingginya kebutuhan domestik. Mirisnya, negara ini justru memperoleh pasokan kedelai impor dari salah satu negara miskin, Ethiopia. 
 
Menurut Bank Dunia, pendapatan per kapita masyarakat Ethiopia hanya sebesar US$ 380 pada 2010. Dan negara tersebut sering dilanda bencana kelaparan karena banyak warganya hidup di bawah garis kemiskinan. 
 
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima Liputan6.com, Rabu (12/3/2014), menunjukkan, impor kedelai Indonesia dari Ethiopia mencapai US$ 2,58 juta dengan berat 5,92 juta kilogram (kg) sepanjang 2013. Sedangkan total impor kedelai pada tahun lalu menembus US$ 1,10 miliar. 
 
Sedangkan pada Januari 2014, Ethiopia memasok kedelai sebesar US$ 347 ribu dan berat 694 ribu kg dari total impor kedelai senilai US$ 86,11 juta. Dibandingkan impor kedelai dari Ethiopia di Desember 2013 yang sebesar US$ 495 ribu, angka ini mengalami penurunan.  
 
Masih dari data BPS, pengimpor kedelai tertinggi ke Indonesia adalah Amerika Serikat yang pada awal tahun ini mencatatkan nilai impor kedelai sebesar US$ 84,12 juta. Selanjutnya disusul Ukraina dengan nilai impor US$ 783,63 ribu, Malaysia sebesar US$ 759 ribu, Kanada sebesar US$ 102,98 ribu. 
 
Sementara dalam kurun waktu setahun lalu, realisasi pasokan kedelai dari Amerika Serikat sebesar US$ 1,01 miliar, Ukraina sebesar US$ 1,76 juta, Malaysia senilai US$ 14,92 juta, Kanada US$ 2,60 juta dan dari negara lainnya dengan impor US$ 66,59 juta. 
 
Perlu diketahui, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono sebelumnya mengatakan, produksi kedelai berkurang 62,99 ribu ton atau 7,47% menjadi 780,16 ribu ton biji kering kedelai sepanjang 2013 dari realisasi produksi sebelumnya sebesar 843,15 ribu ton.
 
"Luas panen kedelai menyusut sebesar 16,83 ribu ha (2,96%). Ini terjadi karena cuaca kemarau basah maupun konversi lahan sehingga menurunkan total produksinya," jelas dia.
 
sumber : Liputan6.com

Senin, 03 Februari 2014

Presiden SBY pun makan Tahu Sumedang SARI BUMI

Mengawali Bulan Februari 2014 ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono dan rombongan telah bertolak menuju Sumedang, Jawa Barat, pada Pukul 09.00 WIB, Minggu (2/2)  dari kediaman Puri Cikeas  dalam rangka   kunjungan kerja ke beberapa wilayah di Jawa Barat dan Pekalongan, Jawa Tengah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan mengawali kunjungan kerja ke Sumedang, Jawa Barat, Senin (3/2).  Kepala Negara dijadwalkan akan mengunjungi Pabrik Tahu Sari Bumi, dilanjutkan, meninjau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sumedang.

Selanjutnya, Presiden SBY diagendakan mendengarkan laporan pembangunam megaproyek berbagai infrastruktur, seperti pembangunan Bandar Udara Internasional Jawa Barat, Kertajati, dan pembangunan Jalan Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan), serta Jalan Tol Cikapali (Cikampek-Palimanan).

Senin, 21 Januari 2013

Sejarah Tahu Sumedang


Sejarah Tahu Sumedang:

Menurut sejarah yang berkembang Ong Kino adalah tokoh yang disebut-sebut pencipta dan  memproduksi "Tou Fu" (dari bahasa Tionghoa, Hokkian "tau hu") (Tao=Kacang, Hu=Lumat) bahasa China disebut ”daging tak bertulang” lama lama sebutannya menjadi "TAHU". Maksud hati hanya ingin membahagiakan Istri tercinta dengan membuat makanan yang satu ini. Ternyata Tuhan berkehendak lain, makanan yang satu ini malah menjadi salah satu makanan yang terkenal di Indonesia. 

Sekitar tahun 1928, konon suatu hari tempat usahanya, didatangi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Soeria Atmadja yang kebetulan tengah melintas dengan menggunakan dokar dalam perjalanan menuju Situraja.

Kebetulan, sang Pangeran melihat seorang kakek sedang menggoreng sesuatu. Pangeran Soeria Atmadja langsung turun begitu melihat bentuk makanan yang amat unik serta baunya yang harum. Sang bupati, Pangeran Soeria Atmadja kemudian bertanya kepada sang kakek, "Maneh keur ngagoreng naon? (Kamu sedang menggoreng apa?)". Sang kakek berusaha menjawab sebisanya dan menjelaskan bahwa makanan yang ia goreng berasal dari Tou Fu China. Karena penasaran, sang bupati langsung mencoba satu. Setelah mencicipi sesaat, bupati secara spontan berkata dengan wajah puas, "Enak benar masakan ini! Coba kalau kamu jual, pasti laris!".